14 January 2010

SEBUAH NEGERI DONGENG Part 2

Part 2 PERJUANGAN 




Mimbar mimbar pagi yang terlarang sering kuikuti mendengarkan keluhan dan penggalangan kekuatan tertutup mencari strategi terbaik untuk memberontak, ku hanya mendengar dan terdiam, dalam hati ingin sekali mengingatkan mereka bahwa selama belum ada pijakan yang jelas dan menjanjikan, jangan pernah melompat sungai meski lebarnya hanya satu lengan.., penggalangan kekuatan seperti ini hanya kupikir membuang tenaga, namun jika ini berawal untuk menyatukan misi mungkin ini adalah cara yang terbaik.

Karena wakil penguasa tertunduk lesu menikmati warta yang entah dia mengerti atau tidak, selepasnya akan pulas dalam pelukan lonte paras cantik dalam angannya..., mendekam ia sepanjang hari dalam sekat sekat kenikmatan yang entah apakah disana juga menyediakan kenikmatan yang sesekali tidak pernah kami melihatnya, ingin aku membuka kedok permainan penjilat yang hidupnya hanya menyampaikan apa yang ia tidak sukai meski itu bukan karena budak budaknya… apa yang kuharapkan adalah mahal harga yang kutebus demi berjuang sama seperti kawan kawanku lainnya, namun ini dengan caraku, sesekali ia akan merasakan pembalasanku yang teramat pedih, meski kumasih samar merasakan tusukannya di punggungku kala itu.

Perjuangan ini tak berhenti dalam mimbar mimbar pagi yang menurutnya menyesatkan jiwa.., perjuangan ini kita rangkai bab demi bab, halaman demi halaman hingga terbentuk dalam satu kitab panduan jika ada budak yang terdampar di negeri dongeng ini.

Dengan keteguhan hati yang telah siap untuk menemui satu keinginan berontak, maka tidak sesekali hal itu dapat mengampuni perilaku yang diperbuat olehnya. Perjuangan ini baru akan dimulai dikala sang penguasa lengah dengan usia dan kemunduran mengingat sebuah angka, dan hanya dengan amarah serta keweangan ia bisa bertahan diterpa gelombang ketidakpuasan kami. Biduk biduk sarat muatan berkeliaran tepat di mata kami, yang hanya bisa menyaksikan batapa besar negeri ini teraniaya oleh para penguasa yang serakah akan kekuasaan dan tabiat yang tak bisa lepas jika sebuah keuntungan berpihak padanya. 

Andai semua bisa kita juga menikmatinya, mungkin akan jauh lebih berarti dan bermakna.Mentari beranjak menua di ujung hariku, mimbar pagi yang selalu kuikuti tak lagi menggelar jajanan harapan dan keinginan yang terparti dalam relung jiwa mereka, ada apa ini? Kutelusuri nyatanya bukan tiada berada mimbar-mimbar terlarang itu di sudut bangunan reot yang rubuh jika tertepa gelombang air pasang , mimbar ini telah menemukan tempat yang terbaik di hatinya, adanya tepat di mana aku berpijak dan berusaha sampai mentari enggan menyapaku lagi.

Hem… lagi lagi hanya wacana dan keluhan yang terdengar dari mimbar terlarang mereka, kucoba memasuki dan mendoktrin bahwasannya kekuatan sesungguhnya adalah pada diri kita sendiri bukan dengan keluhan yang kan semakin melemahkan kita. Mereka yang mula menganggapku anak kemarin sore mendengarku dengan seksama…, “apa yang pantas kau berikan pada kami hai manusia kemaren sore?” tanya mereka, aku menjawab tidaklah kalian datang terpisah-pisah dan disatukan dalam mimbar ini? Hendaknya kalian menyadari sesungguhnya kita adalah ujung tombak mereka yang terpulas di singgasananya yang megah, bukannya kita datang untuk melayani dan memberikan pundi berharga buat mereka? 

Apakah kalian tersia-siakan takala apa yang kalian terima tidak memuaskan kalian?, jika ya maka berbuatlah sebaliknya agar semua penguasa negeri dongen ini mengerti bahwa kita juga bisa menggulingkan mereka, dengan membuat semua menjadi absurb, mambuat kebococran-kebocoran muara-muara yang alirannya tiada berhenti.

Apakah kalian menyadari akan kemampuan kalian , yang mungkin bisa membahayakan kedudukan mereka, kita hanya perlu perjuangan , niat dan tindakan, apakah kalian siap untuk akibat yang ditimbulkan atas perjuangan kalian itu, jika ya aku akan menjadi yang terdepan memimpin kalian, kita tunjukan siapa yang sebenarnya penguasa,perjuangan kita mulai.

To be Continued Part 3 Pengkhianatan

SEBUAH NEGERI DONGENG Part 1


Part 1 Mulanya….
Terdampar aku di sebuah negeri penuh harapan dan keinginan, mula bertemupun tak disengaja dari sebuah jalinan persekutuan yang tak lepas dari pundi-pundi harta demi sebuah tujuan.

Berpeluh mendapatkan suatu karya nyata dalam sebuah induk yang bergerak dalam merusak alam yang kian terpuruk oleh tangan-tangan jahil manusia yang sengaja mengacaukan keseimbangan alam yang telah tertata rapi dan selaras. 


Harta yang dihasilkan dari kegiatan itu melebihi jumlah jari jemari yang melekat pada tanganku… hem begitu rakusnya hasrat insan ini bathinku.Tiga windu kuarungi samudera kenikmatan di bumi hijauku bergelut dengan kecanggihan otak menerjemahkan perilaku manusia dalam negeri ini, apa yang kudapat memanglah berlebih dibandingkan ku ketika arungi sungai kecil yang deras dengan aliran aliran harta yang entah bermuara kemana…


Bersyukurlah aku temuai sungai besar di negeri dongeng ini yang menyimpan sejuta harapan dan keinginan demi terlahirnya kembali hasrat memiliki pundi berlebih, namun seiring dengan berjalannya waktu dan hari sepertinya aku hanya berjalan tak lebih satu depa dari aku berpijak…, untuk waktu selama itukah aku hanya melangkah sedepa? bagaimana dengan budak-budak lainnya yang melebihi orbitku di negeri ini? adakalanya suaraku dan mereka tersumbat oleh lembaran-lembaran yang akan habis untuk melonte.. 


Harapan yang dulu pernah aku sampaikan pada dunia langit seakan terpupus oleh keserakahan penguasa firaun modern pemburu benda mulia yang sama sekali tak pernah menyentuh hati perasaanku dan mereka. Entah sampai kapan aku bergelut dengan dilema ketidakpastian ini, pernah aku berlari sejauh aku mampu, namun aku hanya bisa berpeluh tanpa bergerak sedikitpun lantaran kaki terjerat oleh perjanjian syaitan yang bisa meruntuhkan dinasti kejayaan yang telah terintis dari mula. 


Memasuki negeri dongeng tersuguhkan keindahan dan kehebatan sebuah kekuasaan yang berbalut kepalsuan dan kenistaan orang orang munafik, sampai aku menemukan hati yang samapun merasakan hal demikian. Mereka mengajaku menikmati dunia lain yang lebih nyata dari negeri dongeng ini. 
Kucoba mengikuti arus yang ada ya semua terpaku hanya pada satu pesan, jangan melangkah jika kau tak punya pijakan, manfaatkan semua demi kamu meski kau tau itu tak baik untukmu. Mengingat pesan leluhurku akan semua itu untuk memikirkan entah untuk yang keberapa kalinya…Aku manfaatin aliran peluhku untuk menambah sinar sinar yang mencerahkan pikiran dan perjuanganku mendapatkan kepastian dalam mengejar apa yang jadi keinginanku lama yang tertunda hanya karena harta.


Enam bulan pertama yang sarat dengan ketidakpastian hati apakah kusanggup hadapi ini semua dalam tigapuluh bulan kedepan.. huhh nyatanya aku harus paksakan semua, meski penjajahan belum dan tak pernah berhenti mendoktrin bahwa kamu tak bisa apa-apa tanpaku…
Kusempurnakan ilmuku berharap dengan itu semua aku kan dapatkan yang terbaik, keluhan yang sering terdengar dari mimbar-mimbar terlarang yang kuikuti tak menciutkan hatiku untuk merongrong dari dalam negeri dongeng ini. Pernah aku mendengar budak yang terangkat martabat karena keloyalitasannya dan kemampuan dalam semua hal, menjadi bumerang bagi dia sendiri lantaran sang penguasa menguasai semua yang ada dalam hidupnya, seakan matipun penguasa yang menentukan. 


Prihatin atas ketidakadilan yang menimpa kawan seperjuanganku , hati bergolak memberontak melawan kezaliman ini, namun sekali lagi semua tertahan oleh dogma yang entah sampai kapan masa itu berakhir di negeri dongeng ini, hati kecilku ingin sekali melawan, meski tenaga ku tak mampu melawan pasukan pasukan penguasa negeri dongeng ini yang semua bermuka dua dan penjilat.., tiap sudut bicara dan tingkah laku yang pernah aku sampaikan terang terangan, manjadi bola panas yang aku telan mentah mentah, bertambah juga mandor yang mengawasiku yang hanya punya satu pemikiran agar aman dirinya sendiri dia tega mengorbankan budak budak yang dikuasainya. 


Kupernah terlena olehnya karena penampilan yang Don Juan yang membuatku ingin mendapatkan lebih jika ada dukungannya, namun apa nyana yang kudapat, hanya tikaman belakang yang susah untuk kumencabutnya, malu atas prilakuku yang tak pernah aku lakukan, hanya bermodal mulut singa yang kelaparan haus pujaan, dia rela menikamku meski kutahu dialah orang kanan penguasa negeri dongeng. 
Dilema ini membuatku mengerti arti harta kekuasaan dan intrik yang semua berujung pada kemunafikan. Mengapa aku tak berlari saja? Seperti apa kemampuanku berlari, aku bukan pengecut yang dengan meninggalkan semua masalah, tidak!!, aku akan berjuang menggrogoti dari dalam menggalang kekuatan untuk menyelamatkan peradaban ini. Aku yakin penindasan ini bisa berakhir indah jika orang orang bermuka dua enyah dari komunitas, karena duri itu menancap meski kita hanya merasakan seperti tertusuk binatang terbang malam. To Be continued…. Part 2 Perjuangan….

statistik